-->

Sertifikasi Kompetensi Dongkrak Dogma Dunia Industri Kepada Pendidikan Vokasi - Kingramli.Com

Ristekdikti

Ristekdikti.go.id - Jakarta – Dalam rangka mengembangkan keyakinan industri dan penduduk terhadap lulusan perguruan tinggi tinggi vokasi yang ada di politeknik dan universitas di Indonesia , Menteri Riset , Teknologi , dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan sertifikasi kompetensi diinginkan secara merata , baik bagi mahasiswa vokasi , dan dosen vokasi itu sendiri.

“Mahasiswanya kita dorong mesti punya akta kompetensi , namun ternyata dosennya tak mempunyai akta kompetensi , maka perlu dijalankan yang namanya retooling. Saya sudah laksanakan secara besar-besaran pada 2018 ini , mengupgrade para dosen yang belum mendapat akta kompetensi pada bidangnya , untuk mendapat akta kompetensi , apakah di tingkat nasional maupun internasional ,” ungkap Menteri Riset , Teknologi , dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir di saat membuka Seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia dengan topik Implementasi Pendidikan Sistem Ganda (Dual System) di Universitas Prasetiya Mulya pada Rabu (17/7).

Dalam upaya memamerkan sertifikasi terhadap para dosen , ‘retooling’ atau pengenalan teknologi modern terhadap para dosen , Kemenristekdikti masih kesusahan mencari para dosen yang berminat untuk mengikuti ‘retooling’ ke mancanegara , seumpama Kanada , Swiss , dan Jerman.

“Kalau yang internasional , bujet akan kita keluarkan , bahkan tahun kemudian saya menganggarkan hingga dua ribu orang , ternyata yang daftar cuma tiga ratus – empat ratus. Ternyata tidak mudah mencari orang. Dosen kita banyak , namun ternyata tidak mudah mencari yang siap mengikuti kesibukan ini ,” ungkap Menristekdikti.

Menteri Nasir juga menyinari banyak tenaga kerja di Indonesia yang belum mempunyai sertifikasi , padahal dalam profesinya , ada hal yang perlu ditentukan , seumpama keselamatan kerja dan pelayanan terhadap pelanggan. Salah satu pekerja yang belum banyak mempunyai sertifikasi kompetensi yaitu pekerja di bidang pariwisata.

“Untuk pariwisata , saya tiba ke Labuan Bajo. Di Labuan Bajo itu spot untuk pariwisata cantik sekali. Pada di saat saya tiba itu 2017 permulaan ke lokasi itu , lihat apabila ini tempat rekreasi , nakhoda kapalnya saya tanya , “Bapak punya akta menjadi nakhoda?” (Nakhoda tersebut menjawab) ,” Saya cuma turunan dari bapak saya.” Wah , ini ancaman juga. Kalau karam , bagaimana. Ini dilarang , saya waktu itu berpikir seumpama itu ,” ungkap Menristekdikti.


Menteri Nasir juga menyinari , dengan adanya pendidikan vokasi yang bersahabat dengan industri , banyak potensi tempat yang bisa diunggulkan , apabila para pekerjanya mempunyai sertifikasi profesi dan melakukan pekerjaan sesuai persyaratan profesional.

“Yang kedua , kita menjinjing turis , pelancong , harusnya pakaiannya baik. Nakhodanya mesti baik. Masa nakhodanya pakai kaos , celana pendek. Bagaimana orang absurd dapat tertarik? Belum nanti di pelabuhannya. Pelabuhan nelayan , pelabuhan rekreasi digabung. Belum lagi sampahnya ,” papar Nasir.

Setelah kunjungan tersebut , Kemenristekdikti mendorong didirikannya politeknik yang berkonsentrasi pada rekreasi di Labuan Bajo , Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kondang akan Naga Komodo dan daya tarik bawah laut.

“Akhirnya dibuka di sana , Politeknik Politeknik Elbajo Commodus. Menarik sekali ini. Saya minta Anda apabila mau buat politeknik , mesti unik kebutuhannya. Pertama , yang ia buat yaitu tour guide-nya , kedua kulinernya. (Saya sampaikan) Anda mesti kolaborasi , mesti ambil segmen mana. Akhirnya melakukan pekerjaan sama dengan Perancis. Kalau malam hari tidak ada kesibukan , seninya mesti dihidupkan , mungkin ada kesenian tradisional , bagaimana agar situasi hidup ,” ungkap Nasir.

Dalam peluang yang serupa , Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan di Indonesia , dominan tenaga kerjanya masih memerlukan training , pendidikan vokasi , dan sertifikasi profesi.

“Kalau kita lihat struktur dari sumber daya insan kita dari para tenaga kerja kita , ternyata cukup mengkhawatirkan. Total tenaga kerja kita dari data Kementerian Tenaga Kerja , ada 130 juta orang , dimana 40 persen latar belakang pendidikannya sekolah dasar. 18 persen itu sekolah menengah pertama atau SMP. Hanya 12 hingga 13 persen yang mempunyai latar belakang diploma atau universitas. Kalau dilihat struktur tenaga kerja kita seumpama ini , bagaimana kita punya tenaga kerja yang produktif , yang menyesuaikan diri secara cepat dan dapat mendorong competitiveness kita?” ungkap Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein Muliaman Darmansyah Hadad yang menjadi inisiator sekaligus pihak yang mengajak perwakilan dari Swiss untuk mengisi diskusi pada kesibukan ini , menyampaikan duduk problem pendidikan vokasi yang kurang digemari industri dan penduduk , dihadapi tidak cuma di Indonesia , namun negara lainnya.

“Bukan cuma di negara kita , sehabis saya check pertumbuhan di beberapa negara , ini juga menjadi second option , pendidikan vokasi ini. Ini kita mesti ubah mindset ini. Saya kira industri juga seringkali enggan untuk memberdayakan lulusan-lulusannya (pendidikan vokasi) , tidak tahu saya , namun prasangka saya ini terkait link and match issues , apa yang dipelajari dan apa yang diperlukan seringkali tidak pas ,” ungkap Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein Muliaman Darmansyah Hadad.


Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simanjuntak yang menjadi tuan rumah dalam kesibukan ini berharap diskusi kali ini akan menciptakan banyak kolaborasi dan kebijakan gres terkait pendidikan tinggi vokasi antara Indonesia dengan Swiss , mengingat sudah hadir Chairman of Swiss Federal Institute for Vocational Education and Training (SFIVET) Gnaegi Philippe dan Vice President of Association for Swiss International Technical Connection (SITECO) Urs Rolf Keller dalam kesibukan tersebut.

“Kita perlu mengembangkan banyak kesibukan yang melakukan pekerjaan selaku penyaring , untuk pendidikan dual system , pendidikan yang berlangsung di kelas , sekaligus di tempat kerja dan dengan banyaknya penerima kesibukan hari ini , saya berharap ada kenaikan kesibukan tersebut , namun juga mendiskusikan bagaimana mengarahkan kesibukan tersebut untuk mendukung metode pendidikan vokasi di level nasional ,” ungkap Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simanjuntak.

Dalam Seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia dengan topik Implementasi Pendidikan Sistem Ganda (Dual System) ini turut hadir Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ismunandar , Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo , Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein Muliaman Darmansyah Hadad , Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani , Chairman of Swiss Federal Institute for Vocational Education and Training (SFIVET) Gnaegi Philippe , Vice President of Association for Swiss International Technical Connection (SITECO) Urs Rolf Keller , Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simanjuntak , dan para dosen dari Universitas Prasetya Mulya.

Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik , Kemenristekdikti

Sumber : ristekdikti.go.id

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel